Wednesday, July 05, 2006

Terapi Penghilang Bara Duka

Musibah, apapun bentuknya, selalu menggoreskan duka. Tangisan, keluh kesah bahkan umpatan dan kemarahan seolah-olah menjadi hal yang lumrah dilakukan sebagai ungkapan penolakan terhadap keadaan yang tak diinginkan ini. Tapi, apakah hal tersebut dibenarkan dalam tuntunan Islam yang Mulia ini? Jawabannya Tidak. Seorang Muslim ketika ditimpa musibah haruslah mengendalikan hati dan jiwanya agar tidak melakukan hal-hal yang merugikan baik di dunia maupun di akhirat. Namun untuk mewujudkan itu semua tidaklah semudah membalikkan telapak tangan, sehingga diperlukan latihan dan terapi untuk mencapai itu semua.

Salah satu terapi untuk mengatasi perasaan duka adalah melihat musibah yang ditimpakan kepadanya, lantas menyadari bahwa Allah Ta’ala masih menyisakan pada dirinya nikmat-nikmat yang setara dengan musibah itu atau lebih utama lagi. Bahkan jika seseorang bersabar dan ridho, Allah masih akan memberikan kepadanya nikmat yang berlipat ganda dan jauh lebih besar dibandingkan kenikmatan yang luput pada musibah itu.

Hendaklah seseorang menyadari bahwa keluhan tidak akan menghilangkan kedukaan, melainkan justru menambah dan melipatgandakan kepedihan yang dialami. Keluhan juga akan mengakibatkan musuhnya bergembira, kawannya berduka, Robbnya murka, setannya tertawa, dirinya lemah dan pahalanya sirna. Sebaliknya jika seseorang bersabar seraya mengharap pahala, maka akan menjadikan setannya kurus kering, Robbnya ridho, kawannya bergembira, musuhnya berduka dan akan meringankan saudara-saudaranya serta menghibur mereka sebelum mereka menghiburnya. Inilah ketabahan dan kesempunaan yang agung, tidak ada pipi ditampar, baju dikoyak, doa celaka dan binasa maupun kebencian kepada takdir.

Betapa indahnya kesabaran apalagi ketika ditimpa musibah. InsyaAllah seseorang akan mendapatkan pahala atas buah kesabarannya tersebut. Sehingga seseorang hendaklah menyadari bahwa terluputnya pahala kesabaran dan kepasrahan kita kepada Allah Ta’ala berupa keadaan yang senantiasa diliputi keberkatan, kasih sayang, dan petunjuk yang diberikan karena kesabaran dan istirja’, pada hakekatnya lebih menyedihkan daripada musibah. Cukuplah sebagai suatu kesenangan baginya baitulhamd yang akan dibangun untuknya di syurga karena pujian, kesabaran dan istirja’ yang dilakukannya.

Kesabaran Yang Tidak Terpuji

Jika kegundahan dan keluh kesah telah mencapai puncaknya, maka keadaan terakhirnya adalah bersabar secara terpaksa dan kesabaran semacam ini sama sekali tidak terpuji dan tidak diberi pahala. Seorang ahlulhikmah berkata: “Orang yang cerdas, sejak hari pertama musibah yang menimpanya, melakukan apa yang dilakukan oleh orang bodoh beberapa hari kemudian. Siapa yang tidak bisa bersabar dengan kesabaran orang-orang mulia, akan terpaksa melupakan dukanya seperti binatang”. Disebutkan dalam Ash-Shohih, sebuah hadits marfu’: “Kesabaran sejati adalah yang dilakukan saat benturan pertama” (HR: Bukhori, III/138 dan Muslim [926] dalam Al-Janaiz, Bab “Kesabaran Menghadapi Musibah adalah yang Dilakukan Ketika Terjadi Benturan Pertama”, diriwayatkan melalui Anas bin Malik)

from: media islam
|| siempunya, 9:43 AM

0 Comments:

:: Add a comment