Monday, October 10, 2005

Ridha Diri Atau Ridha Ilahi

Sebuah Kutipan Artikel :

Pada suatu hari nabi Musa bermaksud menemui Allah di bukit Sinai. Mengetahui maksud Musa, seorang yang sangat saleh mendatanginya, “Wahai kalimullah, selama hidup saya telah berusaha untuk menjadi orang baik. Saya melakukan shalat, puasa, haji, dan kewajiban agama lainnya. Untuk itu saya banyak sekali menderita. Tetapi tidak apa, saya hanya ingin tahu apa yang telah Allah persiapkan bagiku nanti, tolong tanyakan kepadaNya!”.
“Baik,” kata Musa seraya melanjutkan perjalanannya.

Ia berjumpa dengan seorang pemabuk di pinggir jalan. “Mau kemana?, tolong tanyakan pada Allah nasibku. Aku peminum, pendosa. Aku tidak pernah shalat , puasa atau amal shaleh lainnya. Tanyakan pada Allah apa yang dipersiapkanNya untukku”. Musa menyanggupi untuk menyampaikan pesan dia kepada Allah.

Ketika kembali dari Sinai, ia menyampaikan jawaban Allah kepada orang shaleh, “Bagimu pahala besar yang indah-indah.” Orang saleh itu berkata, “saya memang sudah menduganya.”
Kepada si pemabuk , musa berkata, “Allah telah mempersiapkan bagimu tempat yang paling buruk”, mendengar itu si pemabuk bangkit , dengan riang menari-nari. Musa heran mengapa ia bergembira dijanjikan tempat yang paling jelek.

“Alhamdulillah, aku tidak peduli tempat mana yang telah Allah persiapkan bagiku. Aku senag karena Allah masih ingat kepadaku. Aku pendosa yang hina dina. Aku dikenal Allah!! Aku kira tidak seorangpun yang mengenalku”, ucap si pemabuk itu dengan kebahagiaan yang tulus.
Akhirnya nasib keduanya di Lauh Mahfuzh berubah. Mereka bertukar tempat. Orang saleh di neraka dan orang durhaka di surga.

Musa takjub, ia bertanya pada Allah. Jawaban Allah demikian, “ orang yang pertama dengan segala amal shalehnya, tidak layak memperoleh anugerahKu, karena anugerahKu TIDAK DAPAT DIBELI DENGAN AMAL SHALEH. Orang yang kedua membuat Aku senang, karena ia senang kepada apa pun yang Aku berikan kepadanya. Kesenangannya kepada pemberianKu, menyebabkan Aku senang kepadanya”.

Sandungan pertama dalam perjuangan menuju kesucian adalah RIDHA DENGAN DIRI SENDIRI. Kita merasa sudah banyak beramal, dan oleh karena itu berhak untuk memperoleh segala anugerah Allah. Ketika kita mengalami kesulitan, kita berusaha keras untuk mengatasinya-lahir dan batin-, lalu kita mohon pertolongan Allah. Dengan segala usaha itu, kita merasa berhak untuk mendapatkan pertolonganNya. Allah berkewajiban untuk melayani kita. Ketika yang kita tunggu tidak juga datang, kita marah kepadaNya , sambil berargumentasi, “Apalagi yang harus aku lakukan? Apa tidak cukup pengorbanan yang telah aku berikan?”.

“Janganlah kamu memberi dan menganggap pemberianmu sudah banyak”, firman Allah (AlQuran 74:6).
Janganlah kamu berkata sudah semua kamu kerjakan. Setiap kali kamu berkata seperti itu , ingatlah: belum banyak yang kamu kerjakan!!. Secara lahiriah, merasa telah banyak berbuat, membuat orang putus asa, ia tidak mau berbuat lagi. Seluruh gerakannya terhenti. Secara batiniah, merasa telah berbuat banyak menjatuhkan tirai gelap dan menutup karunia Allah. Ia mengandalkan amalnya dan meremehkan pemberian Allah. Pada hakikatnya ia masih berkutat dengan dirinya. Ia tidak berjalan menuju Allah. Ia berputar-putar sekitar egonya. Ia tidak mecari ridha Allah. Ia mengejar ridha dirinya.

Kepuasan pada diri telah banyak membinasakan para salik sepanjang sejarah. Hal yang sama telah melemahkan semangat para pejuang kebenaran. Mereka merasa telah berkorban habis-habisan, tetapi hasilnya tidak ada. Anda dapat menemukan perasaan ini pada orang-orang saleh di sudut mesjid dan juga pada para demonstran reformis di simpang jalan. Yang pertama menghapuskan ibadatnya, yang kedua menyia-nyiakan pengorbanan kawan-kawannya.

Kepada siapa saja diantara Anda yang sedang berjuang menegakkan kebenaran, tetapi anda sudah letih dan merasa tidak berdaya, bacalah doa Nabi Muhammad SAW, ketika ia berlindung di kebun Utbah dengan kaki berlumuran darah, “Ya Allah kepadaMu aku adukan kelemahan diriku, ketidakberdayaanku, dan kehinaanku di mata manusia. Wahai yang Maha Kasih dan Maha Sayang, Wahai Allah orang-orang yang tertindas. Kepada tangan siapa akan Kau serahka daku?, kepada orang jauh yang memperlakukanku dengan buruk? Atau kepada musuh yang Kau berikan kepadanya kekusaan untuk melawanku?. Semuanya aku tidak peduli, asalkan Engkau tidak murka kepadaku. AnugerahMu bagiku lebih agung dan lebih luas. Aku berlindung pada cahaya ridhaMu, yang menyinari kegelapan. Janganlah murkaMu turun kepadaku. Janganlah marahMu menimpaku. Kecamlah daku sampai Engkau ridha. Tidak ada daya dan kekuatan kecuali melaluiMu”.
|| siempunya, 12:07 PM

0 Comments:

:: Add a comment